9:06 PM Tentang Ayub (II) |
Firman Tuhan - Tentang Ayub (II)Rasionalitas Ayub Pengalaman nyata Ayub dan kemanusiaannya yang jujur dan tulus berarti bahwa dia membuat penilaian dan pilihan yang paling rasional ketika dia kehilangan harta dan anak-anaknya. Pilihan rasional seperti ini tidak dapat dipisahkan dari pengejarannya sehari-hari dan perbuatan Tuhan yang telah dia kenal selama kehidupannya dari sehari ke sehari. Kejujuran Ayub membuatnya mampu untuk percaya bahwa tangan Tuhan Yahweh berkuasa atas segalanya. Keyakinannya membuatnya dapat mengetahui fakta kedaulatan Tuhan Yahweh atas segala sesuatu. Pengetahuannya membuatnya bersedia dan mampu untuk menaati kedaulatan dan pengaturan Tuhan Yahweh. Ketaatan Ayub memampukannya menjadi semakin benar dalam takutnya akan Tuhan Yahweh. Sikap takutnya membuatnya semakin nyata dalam menjauhi kejahatan. Pada akhirnya, Ayub menjadi sempurna karena dia takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan; dan kesempurnaannya membuatnya bijaksana dan memberinya rasionalitas yang tertinggi. Bagaimana seharusnya kita memahami kata "rasional" ini? Penafsiran yang harfiah adalah bahwa dalam pemikirannya, seseorang itu masuk akal, logis dan berakal sehat, memiliki perkataan, tindakan, dan penilaian yang yang sehat, serta memiliki standar moral yang tepat dan teratur. Namun, rasionalitas Ayub tidak semudah itu untuk dijelaskan. Ketika dikatakan di sini bahwa Ayub memiliki rasionalitas tertinggi, itu berhubungan dengan kemanusiaannya dan tingkah lakunya di hadapan Tuhan. Karena Ayub jujur, dia mampu memercayai dan mematuhi kedaulatan Tuhan, yang memberinya pengetahuan yang tidak dapat diperoleh orang lain, dan pengetahuan ini membuatnya mampu secara lebih tepat membedakan, menilai, dan mendefinisikan apa yang menimpa dirinya, memungkinkannya untuk lebih tepat dan cermat memilih apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dipegang teguh. Artinya, perkataannya, perilakunya, prinsip di balik tindakannya, dan pedoman tindakannya teratur, jelas, dan spesifik, dan tidak sembarangan, impulsif, ataupun emosional. Dia tahu bagaimana memperlakukan apa pun yang menimpa dirinya. Dia tahu bagaimana menyeimbangkan dan menangani hubungan antara berbagai peristiwa yang rumit. Dia tahu bagaimana berpegang teguh pada jalan yang harus dipegang teguh, dan selain itu, dia tahu bagaimana memperlakukan pemberian dan pengambilan oleh Tuhan Yahweh. Inilah rasionalitas Ayub. Justru karena Ayub dibekali dengan rasionalitas seperti itulah dia berkata: "Yahweh yang memberi, Yahweh juga yang mengambil; terpujilah nama Yahweh," ketika dia kehilangan hartanya dan putra-putrinya. Ketika Ayub diperhadapkan dengan rasa sakit yang luar biasa pada tubuhnya, dan pertengkaran para kerabat dan sahabatnya, dan ketika diperhadapkan dengan kematian, tingkah lakunya yang sebenarnya sekali lagi menunjukkan kepada semua orang wataknya yang sebenarnya. Watak Ayub Sesungguhnya: Benar, Murni, dan Tanpa Kepalsuan Mari kita membaca Ayub 2:7-8: "Lalu Iblis pergi dari hadapan Yahweh dan menimpakan Ayub dengan bisul yang busuk dari telapak kaki sampai ubun-ubun kepalanya. Lalu Ayub mengambil sepotong beling untuk menggaruk-garuk dirinya; dan duduk di tengah-tengah abu." Ini adalah uraian tentang tingkah laku Ayub ketika bisul yang busuk muncul di sekujur tubuhnya. Pada saat ini, Ayub duduk di tengah-tengah abu saat dia menahan rasa sakit. Tidak ada seorang pun yang merawatnya, dan tidak ada seorang pun yang membantunya mengurangi rasa sakit di tubuhnya. Sebaliknya, dia menggunakan sepotong beling untuk menggaruk-garuk permukaan bisul busuknya. Sepintas, ini hanyalah sebuah tahap dalam siksaan Ayub, dan tidak ada hubungannya dengan kemanusiaan Ayub dan sikapnya yang takut akan Tuhan, karena Ayub tidak mengucapkan sepatah kata pun untuk menunjukkan suasana hati dan pandangannya pada saat ini. Namun, tindakan Ayub dan tingkah lakunya masih merupakan ungkapan sejati dari kemanusiaannya. Dalam catatan di pasal sebelumnya, kita membaca bahwa Ayub adalah orang terkaya di antara semua orang di Timur. Sementara itu, perikop dari pasal kedua ini menunjukkan kepada kita bahwa orang terkaya di Timur ini sampai harus mengambil sepotong beling untuk menggaruk-garuk tubuhnya sambil duduk di tengah abu. Bukankah terdapat kontras yang jelas antara kedua uraian ini? Ini adalah kontras yang menunjukkan kepada kita jati diri Ayub yang sebenarnya, yaitu meskipun status dan kedudukannya prestisius, dia tidak pernah mencintai atau memperhatikannya. Dia tidak peduli bagaimana orang lain memandang kedudukannya, dan dia juga tidak peduli apakah tindakan atau tingkah lakunya akan menimbulkan efek negatif pada kedudukannya. Dia tidak menikmati kekayaan dari statusnya, dan dia juga tidak menikmati kemuliaan yang dihasilkan dari status dan kedudukannya. Dia hanya peduli tentang nilai dirinya dan makna penting kehidupannya di mata Tuhan Yahweh. Jati diri Ayub adalah hakikatnya sendiri: Dia tidak mencintai ketenaran dan kekayaan, dan tidak hidup demi ketenaran dan kekayaan. Dia benar dan murni serta tanpa kepalsuan. Pemisahan Cinta dan Kebencian Ayub Sisi lain dari kemanusiaan Ayub ditunjukkan dalam percakapan antara dia dan istrinya: "Lalu kata istrinya kepadanya: 'Apakah engkau masih mempertahankan kesalehanmu? Kutukilah Tuhan dan matilah!'" Tetapi ia menjawab istrinya: "Engkau berbicara seperti perempuan bodoh. Apakah kita mau menerima yang baik dari tangan Tuhan dan tidak mau menerima yang jahat?" (Ayub 2:10). Melihat siksaan yang dideritanya, istri Ayub mencoba menyarankan kepada Ayub untuk membantunya melepaskan diri dari siksaannya—tetapi "niat baik" itu tidak mendapat persetujuan Ayub. Sebaliknya, itu menimbulkan amarahnya karena istrinya mengingkari keimanan dan ketaatan Ayub kepada Tuhan Yahweh dan juga menyangkal keberadaan Tuhan Yahweh. Hal ini tidak dapat dibiarkan oleh Ayub karena dia tidak pernah membiarkan dirinya sendiri melakukan apa pun yang menentang atau menyakiti Tuhan, apa lagi orang lain. Bagaimana dia bisa tetap tidak peduli ketika dia melihat orang lain mengucapkan perkataan yang menghujat dan menghina Tuhan? Karena itu, dia menyebut istrinya "wanita bodoh." Sikap Ayub terhadap istrinya adalah kemarahan dan kebencian serta kritikan dan teguran. Ini adalah ungkapan alami kemanusiaan Ayub dalam membedakan antara cinta dan benci, dan merupakan representasi sebenarnya dari kemanusiaannya yang jujur. Ayub memiliki rasa keadilan—yang membuatnya membenci angin dan gelombang kejahatan, dan membenci, mengutuk, serta menolak bidah yang tidak masuk akal, argumen konyol, dan pernyataan yang menggelikan, dan membuat dia dapat memegang teguh prinsip dan pendiriannya sendiri yang benar ketika dia telah ditolak oleh orang banyak dan ditinggalkan oleh orang-orang dekatnya. Kebaikan Hati and Ketulusan Ayub Karena dalam tingkah laku Ayub kita dapat melihat ungkapan berbagai aspek kemanusiaannya, seperti apakah kemanusiaan Ayub yang kita lihat ketika dia membuka mulutnya untuk mengutuk hari kelahirannya? Inilah topik yang akan kita bahas di bawah ini. Di atas, Aku telah berbicara tentang asal mula kutukan Ayub mengenai hari kelahirannya. Apa yang dapat engkau semua pahami tentang hal ini? Jika Ayub keras hati dan tanpa cinta, jika dia bersikap dingin dan tidak punya perasaan, dan telah kehilangan kemanusiaannya, mungkinkah dia memedulikan keinginan hati Tuhan? Dan mungkinkah dia membenci hari kelahirannya sendiri sebagai akibat dari memedulikan hati Tuhan? Dengan kata lain, jika Ayub keras hati dan telah kehilangan kemanusiaannya, mungkinkah dia merasa sedih karena rasa sakit Tuhan? Mungkinkah dia mengutuk hari kelahirannya karena Tuhan menjadi sedih karena dirinya? Jawabannya tentu saja tidak! Karena hatinya baik, Ayub memedulikan hati Tuhan. Karena dia memedulikan hati Tuhan, Ayub merasakan sakit Tuhan. Karena hatinya baik, dia menderita siksaan yang lebih besar sebagai akibat dari merasakan rasa sakit Tuhan. Karena dia merasakan rasa sakit Tuhan, dia mulai membenci hari kelahirannya, dan dengan demikian mengutuk hari kelahirannya. Bagi orang luar, seluruh tingkah laku Ayub selama ujiannya patut dicontoh. Hanya kutukan mengenai hari kelahirannya menimbulkan tanda tanya mengenai kesempurnaan dan kejujurannya, atau memberikan kepadanya penilaian yang berbeda. Sebenarnya, ini adalah ungkapan paling benar dari hakikat kemanusiaan Ayub. Hakikat kemanusiaannya tidak disembunyikan atau ditutupi atau diubah oleh orang lain. Ketika dia mengutuk hari kelahirannya, dia menunjukkan kebaikan hati dan ketulusan yang tertanam jauh di lubuk hatinya. Dia seperti mata air yang airnya sangat jernih dan bening sehingga dasarnya terlihat. Setelah mengetahui semua ini tentang Ayub, kebanyakan orang pasti akan membuat penilaian yang cukup akurat dan objektif tentang hakikat kemanusiaan Ayub. Mereka semestinya juga memiliki pemahaman yang mendalam, praktis, dan lebih maju serta penghargaan terhadap kesempurnaan dan kejujuran Ayub yang dibicarakan oleh Tuhan. Semoga, pemahaman dan penghargaan ini akan membantu orang-orang memulai jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Sumber Artikel dari "Belajar Alkitab" |
|
Total comments: 0 | |